Tentang hal ini, ada satu kaidah yang dikatakan oleh Ibnu Abbas,
bahwa: “dalam masalah puasa, segala sesuatu yang masuk lewat ‘lubang’
tubuh manusia, maka akan membatalkannya. Sedangkan dalam masalah wudhu,
segala sesuatu yang keluar dari lubang tubuh (dalam hal ini: kemaluan)
depan dan belakang manusia, maka akan membatalkannya”.
Kemudian, tentang sesuatu yang keluar dari kemaluan depan dan belakang manusia itu ada dua macam:
Pertama, mani. Ia bersipat suci, namun orang yang keluar mani dari tubuhnya diharuskan untuk melaksanakan mandi jinabah.
Kedua kotoran yang bersipat najis. Ia adalah segala sesuatu selain
mani yang keluar dari dua kemaluan itu, baik madzi, wadhi (termasuk
dalam kategori ini adalah keputihan wanita), dan air kencing, atau
lainnya. Orang yang keluar kotoran semacam ini dari kemaluannya
diharuskan untuk istinja atau bersuci. Yaitu dengan membersihkan
kemaluannya menggunakan media air, atau benda suci semacam batu.
Dan khusus untuk wanita, ‘sesuatu yang keluar’ dari kemaluan depan itu ditambah lagi dengan keluarnya darah, yang terdiri dari tiga macam, yaitu: darah haidh (menstruasi), darah
nifas (darah yang keluar sehabis melahirkan: maksimal selama 40 hari,
menurut imam Syafi`i, atau lebih menurut imam yang lain), dan darah
istihadhah (darah penyakit; yang masih keluar setelah melewati masa lima
belas hari semenjak awal keluarnya darah menstruasi).
Dua macam darah yang pertama mengharuskan mandi besar saat darah itu telah berhenti keluar. Dan macam darah
yang terakhir (istihadhah) hanya mengharuskan dibersihkan, sebagaimana
membersihkan air seni; namun sebelumnya tetap harus mandi besar dahulu
untuk darah menstruasi yang telah selesai masanya itu (setelah lewat
lima belas hari). Khusus untuk darah istihadhah, karena darah ini terus
keluar, sementara orang itu sudah harus menjalankan ibadah, seperti
shalat, maka dalam berwudhu ia perlu mengucapkan niat khusus: yaitu niat
berwudhu demi sahnya shalat (atau: nawaitul wudhu listibaahatis
shalaah), bukan niat wudhu untuk mengangkat hadats (nawaitul wudhu li
raf`il hadats), karena hadatsnya masih tetap ada.
0 Coment:
Posting Komentar